Cerita Bang Gimbal (3) : Numpang Mobil


Gempa Bantul, D.I. Yogyakarta 2005
Malam hari, Bang Gimbal dan temannya akan mengambil bantuan di daerah Alun – alun Selatan Yogyakarta. Jalanan sepi sekali – mungkin karena habis gempa. Dia menggunakan mobil yang bagian belakangnya terbuka – mungkin mobil Tim SAR.  Sepulang dari ambil bantuan, Bang Gimbal dan temannya melewati jalan yang sama, ke arah malioboro. Di tengah perjalanan bertemu dengan sepasang kakek nenek yang melambaikan tangan meminta tumpangan. Saat itu sudah tak ada angkutan umum lewat, sehingga mobil yang ditumpangi Bang Gimbal tersebut berhenti dan menawarkan tumpangan ke kakek nenek tersebut.
“Nenek malam – malam gini mau ngapain ?”
“saya mau kesana… ke Bantul” jawab sang nenek.
“Nek, disana kan habis gempa?”
“Iyaa saya mau kesana, mau ke tempat yang ada gempanya”
“Kakek kenapa Nek ? kog diam saja…” tanyanya lagi karena melihat sang kakek hanya diam. Tanpa sepatah kata pun. Nenek tak menjawab, hanya diam. Tak ada kecurigaan apapun saat itu.
Akhirnya nenek dan kakek itu menaiki mobil yang digunakan Bang Gimbal dan kawan – kawannya. Tak ada obrolan di sepanjang perjalanan. Sampai di tujuan, Bang  Gimbal dan satu temannya turun, tak ada obrolan lagi dengan nenek tersebut dan mobil menuju tempat lain.
Keesokan harinya ada ‘panggilan’ masuk untuk evakuasi. Teman Bang Gimbal yang menerima panggilan, kemudian menghampirinya.
“Bang, bang! Ada korban lagi…”
“Yaudah sana lu urus”
Dia pergi dan diliatlah korban tersebut. Tak lama kemudian temannya nyolek lagi.
“Bang, bang… liat deh”
“Apaan sih… udah sana diurus”
“Itu bang, liat dulu deh…”
Bang Gimbal penasaran. Kemudian Bang Gimbal mengikuti temannya menuju ke tempat dimana korban gempa itu. Setelah diliat ternyata sepasang kakek dan nenek.
“eh ini kan…?” kata Bang Gimbal yang merasa tidak asing dengan wajah korban.
“Iya bang… Ingat kan?”
Diingat – ingat lagi siapa mereka. Dan ternyata…. Tau itu siapa? Mereka adalah kakek dan nenek yang malam sebelumnya menumpang di mobil yang ditumpangi Bang Gimbal dan kawannya.

Cerita Bang Gimbal (2) : “Terimakasih”


Masih dengan kejadian Gempa Padang, Sumatera Barat 2009.
Suatu malam seorang teman Bang Gimbal mengigau saat tertidur di tenda Tim SAR, gantian untuk beristirahat. “Aku mau renang” katanya tiba - tiba.
Teman yang lain heran ketika dia mengucapkan seperti itu. Pikirnya, mau renang dimana? Kondisinya juga habis gempa. Tidak mungkin. Kemudian teman yang mengigau tersebut keluar tenda, dalam keadaan mata masih terpejam. Lari – lari memutari lapangan yang tak jauh dari tenda. Baru mau disusul ternyata dia sudah kembali dan tertidur lagi. Yang lain pun ikut tidur lagi.
Tak lama berselang, mungkin sekitar setengah jam dari ngigau itu – ada panggilan masuk. Lupa tepatnya bagaimana percakapan dari panggilan itu, intinya diminta untuk  mencari korban di sekitar kolam renang. Setelah dapat panggilan itu baru ngeh kalau ngigaunya dia tuh semacam tanda.
Kemudian Bang Gimba dan teman – temannya melakukan pencarian di sebuah kolam renang – tidak disebutkan pastinya di mana kolam renang tersebut. mereka menyingkirkan puing – puing yang masuk ke kolam renang. disana ditemukan satu jenazah perempuan, masih menggunakan baju renang. Cantik katanya. Wkwk Diangkatlah jenazah tersebut dan dilakukan evakuasi.
Tak jauh dari ditemukannya jenazah tersebut, tepatnya di tepian kolam renang ada sebuh kursi panjang. Kursi yang seringkali dipakai untuk berjamur sebelum atau sesudah berenang. Terlihat sebuah Hp, merek Siemens – dulu masih tergolong bagus. Hp tersebut sudah retak di bagian layarnya. Diambilah Hp tersebut dan tiba – tiba ada panggilan masuk. Padahal seharusnya dengan kondisi Hp yang sudah retak parah tersebut tidak bisa digunakan lagi.
Panggilan masuk tersbut diangkat. Bukan Bang Gimbal yang angkat, tapi ‘junior’nya. Dilemparlah Hp tersebut oleh dia setelah menerima panggilan masuk itu.
Esok harinya Bang Gimbal menanyakan terkait telfon itu.
“Semalam siapa yang telfon?”
“Udah lah bang, ga usah nanya – nanya itu” jawab junior. Juniornya masih takut.
“Eh Siapa ? Bilang apa?” tanyanya lagi
“Udah lah Bang…” dia masih ga mau cerita. Sampai akhirnya dengan nada sedikit bentakan, tapi bukan marah, memaksa si junior untuk cerita. Kemudian dia mau cerita.
Apa kata penelfon ?
“Terimakasih sudah menemukan saya” begitu. Ehmm….
 Kejadian itu ga hanya satu kali, sudah beberapa kali dan sudah seperti biasa saja. Tapi kali ini yang nerima telfon masih junior yg masih tergolong baru, jadi kaget dan masih takut.  Pantas saja langsung dilempar tu Hp.
Aku klo nerima telfon gitu ya bisa merinding

Cerita Bang Gimbal (1) : Jenazah Seharum Surga


Kejadian ini dialami oleh Bang Gimbal saat Gempa Padang, Sumatera Barat tahun 2009. Malam itu Bang Gimbal dan beberapa temannya sedang makan malam  di tenda tim SAR. Tiba – tiba ada seorang anak laki – laki kecil, usianya sekitar 10 tahun berdiri di pintu tenda. Berbaju koko putih bersih, menggunakan celana putih, dan tangannya membawa Iqra menatap ke arah meraka.
“Assalamu’alaikum” ucap anak kecil itu saat berada di pintu tenda.
“Wa’alaikumsalam” jawab mereka.
 Anak kecil itu diam  berdiri di pintu tenda.
“Ada apa dik?”
“Sudah makan ?”
Tak ada jawaban darinya. Hanya diam. Sesekali  tersenyum saat ditanya Tim SAR.
Sampai akhirnya ada teman Bang Gimbal yang indigo (sebut saja Bang Jo) datang ke tenda. Bang Jo mungkin heran melihat anak kecil berdiri depan pintu tenda. Ditanya pun diam saja. Kemudian Bang Jo mengusap kepala anak kecil tersebut.
“Ayoo tunjukkan ke Ajo” kata Bang Jo ke anak kecil itu.
Anak kecil itu berjalan meninggalkan tenda Tim SAR. Diikuti oleh Bang Jo, Bang Gimbal dan teman – temannya. Ke sebuah tempat becek, berlumpur hampir setinggi  lutut. Tempat itu dekat dengan selokan dan terdapat pohon tumbang (yang kalo tak salah dengar) menutup selokan tersebut.  Anak kecil tersebut kemudian menepuk – nepuk batang pohon tumbang tersebut,
“Anak itu ada dibawah pohon – tertimpa pohon tumbang Bang?” tanya ku penasaran.
“Bukan, nanti dengarkan dulu” katanya.
“Okee nanti Ajo cari, sekarang kamu balik” kata Bang Jo ke anak kecil tersebut.
Setelah itu anak kecil tersebut pergi dan mengucapkan terimakasih kepada mereka. Bang Gimbal dan beberapa temannya semula akan memperhatikan perginya anak kecil tersebut.
“Sudah ga usah diliatin” kata Bang Jo.
Mereka pun tidak jadi melihat dan mengikuti perginya anak kecil tersebut. Namun setelah beberapa saat kemudian Bang Gimbal dan teman – temannya menengok ke belakang, dan ternyata anak kecil itu sudah tidak ada – menghilang. Seerrr….. merinding guys diceritain begini.
Keesokan harinya Tim SAR mencari korban ke tempat ditunjukkan oleh anak kecil di malam sebelumnya. Saat disana, anjing – anjing  menggonggong, mungkin sebagai tanda ada jenazah disekitar wilayah tersebut. Mereka menyingkirkan pohon tumbang tersebut. Tidak jauh dari pohon tumbang itu  ada semacam selokan kecil dan ditemukan satu korban gempa disana. Posisi korban berdiri, tengkorak kepalanya retak, dan tulang tangannya juga retak. Korban memakai baju putih, celana putih, dan memegang iqra. Dari cerita bang Gimbal jenazahnya bersih, tak ada noda sedikit pun. Padahal disekeliling dia ditemukan kondisinya berlumpur. Subhanalloh
Diangkatlah jenazah itu oleh Bang Gimbal. Digendongnya ke ‘rumah sakit’ terdekat untuk diperiksa. Sepanjang perjalanan memegang jenazah tersebut tercium bau harum, harum sekali katanya.
“Taruh sini bang, mau diperiksa dulu” kata seorang perawat setiba dirumah sakit.
Bang Gimbal masih diam memegang jenazah.
“Bang, taruh sini mau diperiksa..” ulangnya.
“Bisa gak sih diperiksa sambil dipegang gini ?” Katanya.
Bang Gimbal masih pengin menggendongnya. Merasa berat ketika akan menaruhnya untuk diperiksa. Belum pernah dia menemukan jenazah sebersih dan seharum itu - katanya.
“ya ga bisa lah bang… sini taruh dulu” jawab perawat.
 Akhirnya ditaruhnya jenazah itu untuk diperiksa. Tau siapa dia ?
Yaapps, jenazah itu adalah jenazah anak kecil yang dimalam sebelumnya datang ke tenda Tim SAR. Kedatangannya seolah – olah sebagai tanda meminta tolong ke Tim SAR agar bisa segera ditemukan.
 Setelah kejadian itu datanglah cerita tentang anak kecil tersebut dan menjawab mengapa jenazahnya sampai berbau harum. Di hari dimana gempa terjadi, anak tersebut sedang di surau (mushola) untuk mengaji. Dia tinggal berdua dengan ibunya, kakaknya bekerja di Jakarta. Saat itu kakaknya akan ke Padang namun akses memang sulit, sehingga tidak bisa. Anak kecil tersebut sangat  sayang dan patuh kepada ibunya. Saat terjadi gempa, dia berusaha lari tanpa memakai sandal dari surau untuk menyelmatkan ibunya yang ada dirumah, sandalnya masih tertinggal di surau yang tak jauh dari lokasi jenazah dia ditemukan.  Namun takdirnya dia meninggal sebelum bertemu dengan ibunya, di tempat yang berbeda ibundanya juga meninggal.
“Itu adalah salah satu moment yang bisa dibilang bikin kami baper. Abang merasa kalo harumnya ini adalah harum syurga… harum benar – benar harum” kata Bang Gimbal saat menceritakannya.
“Syurga beneran Insha Alloh ya bang… dia tabungan buat buat orang tuanya” kata ku menanggapinya.

Terbaru

(Mendefinisikan) MAPAN

Mapan, menjadi salah satu kata yang sering dimasukkan sebagai ’syarat’ sebelum menikah. Tak jarang perempuan mensyaratkan atau mencar...

Postingan Populer