Mapan, menjadi salah satu kata yang sering
dimasukkan sebagai ’syarat’ sebelum menikah. Tak jarang perempuan mensyaratkan
atau mencari pendamping hidup yang sudah mapan. Tak sedikit pula para lelaki
yang berdalih, “Akan menikah jika sudah mapan.” Atau saat ditanya kapan nikah,
akan menjawabnya dengan “tunggu mapan.” Tapi sudahkah aku, kamu, kita
mendefinisikan mapan seperti apa yang dimaksud ?.
Mapan bagi setiap orang memiliki definisi
tersendiri, satu orang dan lainnya memiliki arti yang bisa berbeda – beda.
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia V, mapan memilik definisi mantap (baik,
tidak goyah, stabil) kedudukannya (kehidupannya). Sesimpel itu definisi yang
ada di KBBI. Akan tetapi, pada kenyataannya banyak yang mendefinisikan mapan
dengan berbagai ciri yang seringkali dikaitkan dengan harta. Misalnya, mapan
itu kalo sudah punya rumah sendiri. Ada juga yang mendefinisikannya mapan itu
kalau sudah jadi pegawai tetap, punya rumah sendiri dan punya kendaraan roda 4,
de el el…
Saya teringat cerita dari tante saya. Beliau
punya seorang teman yang usianya sudah cukup bahkan lebih dari cukup, dan
menurut saya seharusnya sudah (minimal) memiliki pendamping. Dia seorang laki –
laki, PNS. Usianya sudah mendekati 40 tahun. Ketika ditanya kenapa belum
menikah, jawabnya “tunggu mapan, tunggu punya mobil sendiri dulu.” Padahal, dia
sudah punya rumah sendiri. Memaknai mapan yang seperti ini justru bisa
menyusahkan diri sendiri dan memperlama proses menuju jalinan suci nan halal,
kecuali dia memang sudah memiliki usaha sendiri dan stabil atau sudah
mengumpulkan pundi – pundi rupiah sejak belia (dari sisi hitungan manusia,
kalo dari sisi Alloh “Kun Fayakun”).
Ada laki – laki yang berpendapat bahwa mapan
adalah ketika ia sudah memilik pekerjaan, ada yang menambahkannya dengan punya
rumah dan seisinya. Ada juga yang menambahkannya jika sudah punya roda 4,
sehingga belum ada rencana menikah sebelum semuanya terpenuhi. Sedangkan dari
perempuan, ada yang yang akan menerima seseorang menjadi partner jika sudah bekerja, ada pula yang berpendapat jika sudah
mapan yaitu pekerjaan tetap + rumah sendiri, ada pula yang menambahkannya
dengan mobil (kalo ini antara matre dan idealis :p). Adanya perbedaan makna
kemapanan inilah yang seharusnya perlu didefinisikan (untuk masing – masing
orang), khusunya untuk mereka yang sudah lama menjalin hubungan tapi tak
kunjung nikah karena alasan kemapanan. Selain itu perlu adanya sinkronisasi, saling
memaparkan alasan – alasannya untuk bisa diambil keputusannya.
Saya pernah diskusi dengan seorang teman
mengenai kemapanan. Saya lupa pertanyaan persisnya yang saja ajukan seperti
apa. Dari pembicaraan ini kemapanan dikelompokan menjadi kemapanan kepribadian dan financial. Kemapanan
secara kepribadian yaitu dia yang setidaknya
memiliki emosional stabil, / bisa mengendalikan emosinya, bertanggung jawab, dan
punya tujuan hidup tentunya. Sedangkan kepamanan secara financial atau harta setiap
orang tentu memiliki definisi sendiri. Pernyataan yang saya suka dari diskusi
itu yaitu bahwasannya yang lebih diutamakan ketika mencari partner of life yaitu kemapanan secara kepribadian. Berarti secara financial tidak penting dong ? bukan
berarti tidak penting, tapi selagi ia punya pekerjaan tetap itu sudah cukup
bisa diterima. Pertanyaan selanjutnya, kenapa kemapanan secara kepribadian
lebih diutamakan? Karena dia yang akan memilihmu menjadi partner of life dan ‘memintamu’ kepada orang tua mu adalah orang
yang berani bertanggung jawab atas sebagian hidup mu kedepan. Dia yang benar –
benar menyayangimu akan senantiasa berusaha memenuhi kebutuhanmu dan membuatmu
bahagia, insha Alloh tidak akan tega membiarkan mu terlantar atau kelaparan.
Begitu kata teman saya…
Nasihat
tentang memilih partner of life yang
berkaitan dengan kriteria ‘mapan’ juga pernah disampaikan oleh orang tua,
khsusnya ibu, dan tante. Dalam nasihatnya tersebut mereka memberikan pesan
bahwasannya ketika memilih partnerjangan semata – mata karena hartanya, yang lebih utama adalah imannya,
khususnya sholatnya (ingat hadist Nabi Muhammad tentang memilih pendamping kan
?). Bukan mereka tak sayang, tapi mereka berkeyakinan bahwa mapan adalah hasil
dari sebuah proses. Proses menuju kemapanan (ya iyalah yaa…). Maksudnya mapan
adalah suatu proses yang terus menerus dan merupakan hasil dari usaha yang
berkepanjangan, tidak didapat secara instan. Yang terpenting adalah kebutuhan
terpenuhi (kebutuhan yaa, bukan sekedar keinginan). Selama ada kemauan dan
usaha, insha Alloh setiap orang bisa mapan (ini yang saya rasakan, mengalami
fase dari dilahirkan hingga sekarang dalam kondisi perekonomian orang tua yang
berbeda – mengalami perubahan menjadi lebih baik insha Alloh). Tapi jika yang
memintamu sudah termasuk mapan secara kepribadian dan financial (menurut mu),
ditambah lagi sholatnya okee, berarti kamu termasuk beruntung dan semoga lelaki
yang mendapatkan mu juga merasa beruntung.
(tulisan dibuat sejak bulan Agustus 2017, namun mengendap di File Laptop)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar