FILOSOFI SUNRISE DAN SUNSET



Sunrise saat Mendaki Gunung Merapi, Sleman - DIY

Lebih suka sunrise atau sunset ?
Tiba – tiba pertanyaan muncul dari seseorang dibalik comment sebuah unggahan foto sunset di jejaring sosial. Apa beda keduanya selain waktu munculnya? Bukankah keduanya sama – sama memberikan kehangatan dan keindahan? Jika boleh, aku ingin menyukai keduanya..
Sunrise dan sunset, adalah salah satu bukti kebenaran Firman Alloh dalam Kitab yang diturunkan kepada Rasul – Nya. Sunset dan Sunrise pula sebagai salah satu bentuk kuasanya dalam peralihan waktu, pagi ke malam dan sebaliknya. Sunset, sebagai bentuk kuasanya Alloh dalam menutup siang dengan malam. Dengannya, hari ini akan menjadi kenangan untuk esok dan esok menjadi sebuah harapan dan masa depan untuk hari ini.
Apa makna sunrise dan sunset ?
Setiap orang boleh dan bisa menafsirkan apapun dan bagaimana tentang sunrise dan sunset. Menganggapnya sama pun tak mengapa. Karena tiap orang memiliki pandangan yang berbeda – beda. Dahulu, sunrise dan sunset kuanggap atau ku analogikan sebagai sebuah kesulitan dan kemudahan.  Ketika malam adalah sebuah kesulitan, maka pagi – siang adalah sebuah kemudahan / kemenangan. Darinya, aku menanamkan pemikiran bahwa akan ada kemudahan / kemenangan yang membersamai dengan kesulitan yang datang, selaras dengan Firman - Nya dalam QS. Al Insyira : 5 – 6. Sekali lagi, itu analogi pribadi yang tidak bisa disamaratakan dengan pribadi lainnya.  
Bagimana dengan sekarang ?
Pasca kuliah dengan seorang dokter konsultan Geriatri beberapa waktu lalu, sunset dan sunrise memiliki makna yang semakin mendalam. Kaitannya dengan sebuah pelayanan dan usaha. Filosofi inilah yang dokter tersebut tularkan kepada saya dan teman – teman, selaku Profesi Kesehatan, agar bisa lebih baik dalam memberikan pelayanan khususnya kepada pasien lanjut usia.
Sunrise Laut Bekah, Purwosari - Gunungkidul DIY

Sunrise diibaratkan sebuah bayi, darinya ada harapan dan masa depan. Untuk itu, bayi – bayi yang lahir dengan kondisi khusus seringkali diberi penanganan yang sebaik mungkin, karena ada masa depan pada bayi tersebut. Sedangkan, sunset diibaratkan sebagai orang lanjut usia, darinya  ada keindahan / kebahagiaan yang harus di berikan walau hanya sesaat. Dalam sisi pelayanan kesehatan, keduanya seharusnya diberikan pelayanan (tindakan) yang  sebaik dan seoptimal mungkin, minimal untuk bisa meningkatkan kualitas hidupnya.
Dalam filosofi ini, sunset yang diibaratkan sebagai sebuah keindahan atau kebahagiaan dan akan disusul oleh malam yang diibaratkan sebagai kematian. Atas dasar inilah, seorang yang berkecimpung di dunia kesehatan, khususnya klinisi, seharusnya memberikan pelayanan dan tindakan yang sebaik dan seoptimal dengan usaha yang semaksimal mungkin untuk bisa memberikan perbaikan kondisi pasien lanjut usia, meskipun hanya sebentar atau bahkan esok harinya meninggal. Tapi setidaknya, upaya tersebut meningkatkan quality of life pasien (kadang kala disebut sebagai kualitas kematian jika pada akhirnya pasien meninggal) dan kebahagian pasien tersebut.
Konsep seperti ini pun sudah sewajarnya dan seharusnya dibawa dalam kehidupan sehari – hari, kaitannya dengan merawat orang (saat ini / yang otw) lanjut usia, khususnya Ayah dan Ibu kita. Setiap manusia akan mengalami fase lanjut usia, jika diberi umur panjang oleh Alloh, termasuk kita. Masing – masing kita tentunya menginginkan hari tua yang berkualitas. Hari tua membahagiakan dan berbahagia dengan orang – orang terdekat serta bermanfaat. Hal ini juga yang mungkin idamkan oleh masing – masing dari orang tua kita. Lantas sudah sejauh mana usaha kita mempersembahkan yang terbaik untuk kebahagiaan orang tua kita, yang tentunya lebih dulu mencapai  usia lanjut ??
Saat ingin memberikan kebahagiaan, pandanglah mereka sebagai Subjek bukan sekedar Objek. Objek adalalah pandangan dari kita. Mungkin sebagian dari kita menganggap bahwa hal yang membahagiakan orang tua adalah ketika diberi fasilitas yang ‘wah’, dibelikan ini itu yang menurut kita terbaik untuk mereka atau bahkan dilebihkan kebutuhannya meski kita tidak bersamanya. Hal itu tak ada salahnya, karena setiap anak pasti ingin memberikan sesuatu yang terbaik untuk orang tuanya. Tapi, coba tilik lagi.  Yakinkah orang tua kita menginginkannya ? Kurasa tak semuanya seperti itu. Untuk itu perlu menjadikan mereka sebagai Subjek dalam kebahagiaan. Subjek disini berarti orang tua sebagai pelaku penentu kebahagiaannya, dan kita yang (berusaha) mewujudkannya. Hal ini bisa kita lakukan dengan tau apa keinginanya dan hal apa yang membuatnya bahagia. Mungkin saja, hal sederhana seperti makan malam bersama misalnya atau bincang bersama merupakan salah satu hal yang lebih membahagiakannya. Bagi banyak orang tua, kehadiran anak disisinya adalah hal yang sering diharapkan dan lebih memberikan kebahagiaan.
 
Senja 1 Januari 2017 via parkiran Abu Bakar - Malioboro 

Ditulis dalam perjalanan Tegal – Jakarta
Tegal Bahari, 06 Nov 2017 
Semoga bermanfaat, Salam Sukses Mulia!! :)


Terbaru

(Mendefinisikan) MAPAN

Mapan, menjadi salah satu kata yang sering dimasukkan sebagai ’syarat’ sebelum menikah. Tak jarang perempuan mensyaratkan atau mencar...

Postingan Populer