DOKTER VS FARMASIS

Bismillahirrohmanirrohim....... 

Dokter dan Apoteker atau farmasis merupakan bagian dari tenaga kesehatan yang memiliki peran untuk meningkatkan kesehatan pasien. Sudah sewajarnya jika antara dokter dan farmasis bekerja sama salaing bahau - membahu. akan tetapi, selama ini mungkin tidak begitu terlihat secara nyata akan kerjasama itu. Bahkan apa yang dilakukaan farmasi (yang memang itu seharusnya) bisa jadi sesuatu yang salah di pandangan dokter begitu juga sebaliknya. dari permasalahan inilah muncul suatu pemikiran bahwa perlu adanya pertemuan antara (calon) dokter dengan (calon) farmasis sehingga kedepannya mereka akan bersinergi dengan baik.
Kisah ini merupakan suatu yang tak terduga terjadi di tengah tugas memandu. ketika itu seorang peserta dari sebuah agenda penanaman atau bahkan refresh nilai - nilai dasar islam mengalami kambuh atas penyakitnya. Asma.
Ketika itu aku mencoba menolong si peserta tersebut..., Kemudian bersama teman ku membawanya ruang kesehatan yang letaknya tak jauh dari ruang pemandu. Di ruang tersebut sudah standby seorang (calon) dokter yang ia bergabung ke Tim Bantuan Medis Mahasiswa (TBMM). Terjadilah obrolan yang menyangkut (calon) apoteker dan (calon) dokter, yang mana kami seangkatan. 
Ia, si (calon) dokter memberikan obat asma jenis sort action, Salbutamol yang mana obat tersebut memiliki mekanisme kerja sebagai beta adrenergik agonist reseptor. Mekanisme kerja tersebut menjadikan bronkus akan meregang (bronkodilator) dan irama jantung akan semakin cepat (berdegup kencang dan sering).  Beberapa kali pasien tersebut ditanya, ia menjawab jika dadanya nyeri. Langsung saja otak ku berputar, menurutku dadanya nyeri ini disebabkan karena aktivitas jantungnya yaitu berdetak cepat dan hal tersebut merupakan salah satu efek dari Salbutamol. Setelah googling, ternyata benar memang nyeri itu karena jantungnya yang berdetak kencang.

Di sela - sela mengontrol peserta yang sakit tersebut, kami mengorol. Dia, (calon) dokter, menanyakan apa saja yang di pelajari di jurusan farmasi. Dengan senang hati saya menjelaskan bahwa di farmasi banyak yang dipelajari, dari membuat sediannya sampai mengkaji efek farmakologinya. " Sebenarnya lingkungan kerja farmasi banyak, bukan hanya di apotek, tapi juga bisa di pemerintahan, industri, dan lainnya. Akan tetapi kurikulum farmasi UII lebih mengarah ke Klinis dan Komunitas, yang mana ada mata kuliah farmakoterapi yang kurang lebih 20 sks, yaitu Farmakoterapi syaraf, Farmakoterapi Infeksi dan Malignasi, dan lainnya. Di Farmasi juga belajar tentang patologi, penyakit - penyakit dan terapinya. Tujuan dipelajarinya itu bukan untuk mendiagnosa seperti ranahnya dokter, tapi untuk memonitoring pasien, memilihkan terapi yang tepat." jelas ku dengan panjang lebar dan Dia mengangguk paham dan merasa takjub dengan isi penjelasan ku.

Kemudian (calon) dokter tersebut menanyakan kenapa apoteker seringkali menganti obat yang diresepkan oleh dokter ?? Pertanyaan itu membuat tersentak. Dari sini terlihat ada semacam kesalah pahaman terhadap apa yang dilakukan farmasis dan perlu adanya klarifikasi. Dari situ akhirnya ku jelaskan “sedikit” kesalahan fahaman itu…
“ Seorang farmasis mengganti suatu obat berdasar pertimbangan kondisi pasien. Seorang dokter ketika mendiagnosa biasanya hanya karena gejala dari seorang pasien, dan mengesampingkan penyakit atau kondisi patologis yang lainnya. Farmasis ketika akan memberikan obat menanyakan kondisi pasien,barang kali ada obat yang kontra indikasi dengan  pasien. Selain kontraindikasi, seorang farmasis juga mempertimbangkan sisi farmako ekonominya sehinnga ketika obat yang diresepkan dirasa terlalu mahal, maka farmasis atau apoteker merekomendasikan obat lain yang harganya relative lebih murah. Sudah seharusnya dalam merekomendasikan obat tersebut berkonsultasi terlebih dahulu dengan dokter dan menjelaskan alasannya. Jadi tidak langsung mengubah begitu sana.”
Setelah penjelasan tersebut, si (calon) dokter mengangguk pertanda jelas. Dari sini tersirat bahwa perlu adanya “conferensi” antara calon dokter dan calon farmasis atau bahkan antara dokter dan farmasis sehingga tidak ada lagi ‘kesalahfahaman’ diantara dua profesi kesehatan ini. Selain itu juga agar keduanya dapat bersinergi dengan maksimal dan mencapai tujuan dalam meningkatkan kualitas hidup masyarakat sehingga dapat terwujudnya Indonesia Sehat.

Semoga bermanfaat... :D

Terbaru

(Mendefinisikan) MAPAN

Mapan, menjadi salah satu kata yang sering dimasukkan sebagai ’syarat’ sebelum menikah. Tak jarang perempuan mensyaratkan atau mencar...

Postingan Populer